JAKARTA_C7.com
Wakil Gubernur Papua Selatan, Paskalis Imadawa, tampil lantang dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Senin (28/4/2025). Di hadapan para legislator, ia menyuarakan berbagai tantangan yang dihadapi Papua Selatan sebagai daerah otonom baru, dari soal dana transfer, pengelolaan ASN, hingga keberadaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Dalam forum yang mempertemukan para gubernur dari seluruh Indonesia di ruang sidang Komisi II DPR RI itu, Paskalis membuka paparannya dengan menegaskan posisi Papua Selatan yang baru saja memiliki gubernur dan wakil gubernur definitif sejak 20 Februari 2025.
“Masa kerja kami belum genap 100 hari. Ini menjadi tantangan berat, karena kami harus menata pondasi pemerintahan dari nol,” ujar Paskalis.
Dana Transfer Terpangkas, Pembangunan Terhambat
Paskalis mengungkapkan bahwa dari alokasi transfer dana pusat ke Papua Selatan tahun ini yang mencapai Rp1 triliun lebih, terjadi pemangkasan sekitar Rp150 miliar berdasarkan keputusan dari Kementerian Keuangan. Kondisi ini, katanya, berimbas langsung pada minimnya Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk pembangunan infrastruktur dasar.
“Kami sangat membutuhkan dukungan pembangunan fisik, termasuk perkantoran pemerintahan. Saat ini baru Kantor Gubernur, Majelis Rakyat Papua Selatan, rumah dinas, dan rumah susun yang mulai dibangun, itu pun menggunakan dana APBN. Sementara, APBD kami masih sangat kecil,” ungkapnya.
Karena itu, ia meminta agar Papua Selatan tidak diperlakukan sama seperti provinsi-provinsi yang sudah mapan. “Kami membutuhkan perhatian khusus dari sisi keuangan dan regulasi,” tegasnya.
Krisis SDM dan Harapan Afirmasi untuk ASN Papua
Paskalis juga menyoroti permasalahan sumber daya manusia (SDM) di lingkup Aparatur Sipil Negara (ASN). Dari 1.236 ASN yang bertugas di Papua Selatan, masih banyak yang berasal dari luar daerah. Padahal, kebutuhan akan putra-putri asli Papua di birokrasi daerah sangat mendesak.
Dalam seleksi CPNS terakhir, dari 11.360 pelamar, hanya 797 orang yang berhasil lolos sampai tahap akhir. Hal ini, menurut Paskalis, menunjukkan tantangan serius dalam kualitas dan kuantitas SDM lokal.
“Kami kekurangan infrastruktur pendukung, belum ada pusat pelatihan ASN, bahkan laboratorium komputer pun terbatas. Persetujuan pejabat struktural pun harus menunggu dari BKN Pusat, ini memakan waktu yang sangat lama,” paparnya.
Untuk mengatasi persoalan ini, Paskalis mengusulkan afirmasi khusus bagi Orang Asli Papua (OAP) dalam regulasi ASN, percepatan pembangunan Kantor Regional BKN di Papua Selatan, hingga program magang di kementerian dan lembaga pusat.
BUMD dan Regulasi, Pekerjaan Rumah Besar
Selain membahas dana dan SDM, Paskalis juga menyinggung status Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang hingga kini masih dalam tahap pendataan. Ia berharap dalam waktu dekat, peraturan daerah (Perda) dan peraturan gubernur (Pergub) terkait BUMD segera diselesaikan.
Ia juga mendorong adanya revisi regulasi nasional agar lebih adaptif terhadap kondisi daerah otonom baru seperti Papua Selatan, termasuk penambahan kuota untuk sekolah kedinasan melalui jalur afirmasi.
Permintaan Khusus: Biaya PSU Ditanggung Pusat
Menutup penyampaiannya, Paskalis turut mengusulkan agar biaya untuk Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Papua Selatan ditanggung oleh pemerintah pusat, mengingat keterbatasan anggaran daerah.
“Kami berharap ada solusi cepat dan konkret dari pemerintah pusat agar Papua Selatan bisa bergerak lebih cepat membangun daerah dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat,” pungkasnya. (*)