Example floating
Example floating
Provinsi Papua selatan

Telur Varietas Baru Biang Inflasi Papua Selatan, Harga Pernah Tembus Rp130 Ribu per Rak

Avatar photo
28
×

Telur Varietas Baru Biang Inflasi Papua Selatan, Harga Pernah Tembus Rp130 Ribu per Rak

Sebarkan artikel ini

MERAUKE_C7.com

Telur ayam varietas baru tercatat sebagai penyumbang inflasi tertinggi di Papua Selatan sejak Desember 2024. Saat itu, harga telur di Merauke sempat menembus Rp130 ribu per rak, memaksa Pemerintah Provinsi Papua Selatan turun tangan mengintervensi pasar.

“Harga naik tajam, kami bantu intervensi lewat transportasi dari luar daerah. Setelah itu turun jadi Rp85 ribu, cukup drastis,” kata Asisten II Setda Papua Selatan, Sunarjo, saat membuka pelatihan pengendalian inflasi untuk ASN se-Papua Selatan di Hotel Halogen, Merauke, Selasa (10/6/2025).

Menurutnya, kenaikan harga telur saat itu bukan tanpa sebab. Hasil pemantauan di lapangan menunjukkan lebih dari 40% ayam petelur memasuki masa regenerasi, yang menyebabkan produksi menurun drastis.

“Produksi tinggal 60%, permintaan tetap, otomatis harga melambung. Itu penyebab inflasi tinggi Desember lalu,” jelasnya.

Inflasi Papua Selatan Sentuh 0,4% di Mei, Tertinggi Secara Nasional

Papua Selatan kembali mencatat inflasi 0,4% pada Mei 2025, menempatkannya di peringkat tertinggi secara nasional. Padahal dua bulan sebelumnya, wilayah ini sempat mengalami deflasi.

“Kalau inflasi, pedagangnya makmur. Tapi rakyat menjerit karena daya beli rendah. Itu yang kita jaga, stabilitas harga,” ujar Sunarjo.

Target nasional inflasi 2025 berada di angka 1,5%, sementara Papua Selatan relatif masih dalam koridor aman. Meski begitu, posisi Papua di atas rata-rata nasional tetap jadi sorotan.

Sunarjo menyebut beberapa komoditas lokal lain seperti pala wija juga mulai mendorong inflasi pada musim rendeng tahun ini.

Lebih lanjut, Sunarjo menyinggung kondisi pertanian di Merauke yang selama ini digadang-gadang sebagai lumbung pangan nasional. Namun menurutnya, realita di lapangan jauh dari klaim tersebut.

“Dari zaman SBY, Jokowi sampai Presiden Prabowo, Merauke disebut lumbung pangan. Tapi faktanya harga beras di pasar tembus Rp15 ribu per kilo. Dulu nggak begini,” katanya.

Ia menyebut manajemen pelaporan tanam dan panen sawah tidak akurat. Klaim tanam 40 ribu hektare lebih menurutnya tidak tercermin dalam pasokan beras yang nyata.

“Kalau benar tanam 70 ribu hektare, harusnya harga beras bisa ditekan. Tapi semua data itu hanya di atas kertas,” tegas Sunarjo.

Masalah Alsintan dan Perikanan Juga Disorot

Tak hanya pertanian, Sunarjo juga menyoroti alat dan mesin pertanian (alsintan) yang dinilai tidak digunakan optimal. Menurutnya, bantuan dari pemerintah pusat seharusnya mampu meningkatkan produksi lahan, tapi kenyataannya tak demikian.

Ia juga menyinggung ikan mujair yang banyak ditemukan di rawa-rawa Merauke, tapi belum digarap secara maksimal untuk menekan inflasi.

Sunarjo: Jangan Main-main di Perminyakan

Sunarjo turut mengkritisi lonjakan harga minyak goreng, yang menurutnya telah menyentuh Rp18 ribu per liter, bahkan di luar Papua seperti Jakarta dan Lampung.

“Harga eceran tertinggi Rp15.700. Tapi kenyataan di lapangan lebih mahal. Ada lingkaran setan besar di sektor perminyakan. Jangan main-main,” ujarnya serius.

ASN Diingatkan: Inflasi Tanggung Jawab Bersama

Di akhir sambutannya, Sunarjo mengingatkan seluruh ASN dari empat kabupaten cakupan Papua Selatan untuk ikut terlibat aktif mengendalikan inflasi sesuai tupoksi masing-masing.

“Marwah gubernur dan wakil gubernur ada di tangan kita semua. Inflasi bukan cuma urusan ekonomi, tapi juga kepercayaan rakyat,” pungkasnya.

Kegiatan ini diikuti ratusan ASN dari Merauke, Mappi, Boven Digoel, dan Asmat. Mereka dibekali materi strategi pengendalian inflasi agar bisa diterapkan langsung di lapangan. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *