Jakarta]] Cendrawasih7.Com- Eddy Suzendi, S.H. Advokat Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Setiap dentuman di jalan raya bukan hanya suara gesekan logam, tapi gema dari sistem yang lalai. Kecelakaan demi kecelakaan seperti tayangan berulang tanpa jeda, namun reaksi kita tetap sama: sejenak simpati, lalu lupa. Tulisan ini mengangkat keprihatinan mendalam terhadap lemahnya peran hukum dan tanggung jawab operator serta regulator dalam penyelenggaraan angkutan umum. Dibingkai dalam kerangka normatif dan empirik, artikel ini menggugat diamnya sistem terhadap nyawa-nyawa yang melayang siasia di jalanan tanpa riset, tanpa evaluasi, tanpa rasa bersalah 4/8/2025
1. Pendahuluan
Kecelakaan lalu lintas bukan sekadar “musibah”. Ia adalah cermin buram dari sistem transportasi kita dari perizinan yang permisif, pengawasan yang tumpul, hingga manajemen keselamatan yang hanya indah di dokumen. Ironisnya, semakin tinggi angka kecelakaan, semakin rendah rasa berdosa. Operator berdalih pada beban ekonomi, regulator berdalih pada keterbatasan Anggaran serta sumber daya, dan publik hanya bisa menelan getir. Apakah sistem transportasi kita telah kehilangan kepekaan terhadap kehilangan?
2. Kerangka Hukum Penyelenggaraan Angkutan Umum
2.1 Undang Undang dan Peraturan Turunannya
Pilar hukum transportasi darat dibangun di atas yaitu
* Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, khususnya Pasal 138 dan Pasal 206 yang mewajibkan audit keselamatan oleh pemerintah.
* PP No. 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan, mengatur penyelenggaraan angkutan secara teknis.
* PP No. 37 Tahun 2017 tentang Keselamatan LLAJ, mempertegas peran Pemerintah Pusat dan Daerah dalam menjamin keselamatan.
* Permenhub No. 85 Tahun 2018, yang mewajibkan penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Perusahaan Angkutan Umum (SMKPAU) berbasis 10 elemen keselamatan.
Sayangnya, semua regulasi tersebut nyaris tinggal teks. Operator disuruh menyusun SMKPAU sendiri, tanpa pendampingan. Regulator cukup puas dengan wawancara singkat, lalu memberikan sertifikat seolah keselamatan telah dijamin. Padahal yang terjadi, banyak flowchart indah di atas kertas, tapi rem blong di jalanan.
3. Tanggung Jawab Hukum Operator vs Regulator
3.1 Operator Angkutan Umum
* Wajib memiliki izin usaha dan izin kendaraan.
* Harus memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM) yaitu aman, nyaman, terjangkau, setara, dan teratur.
* Bertanggung jawab penuh atas kejadian kecelakaan, baik secara perdata maupun pidana.
* Wajib menerapkan SMKPAU bukan sebagai formalitas, tetapi sebagai sistem nyata yang hidup di lapangan.
3.2 Regulator
Kementerian Perhubungan dan Dinas Perhubungan Provinsi/Kabupaten/Kota memegang peran utama dalam pengawasan, pembinaan, dan penegakan hukum.
* Harus melakukan audit keselamatan sesuai Pasal 206 UU No. 22/2009, bukan hanya inspeksi visual atau tanya jawab.
* Berkewajiban membina operator dengan sistematis, bukan menyerahkan seluruh beban penyusunan SMKPAU kepada pelaku usaha yang bahkan belum memahami prinsip dasar manajemen risiko.
4. Fenomena Ironis Sistem yang Tahu Tapi Tidak Mau Bertindak
4.1 Kecelakaan yang Biasa Saja
Dalam sistem transportasi kita, kematian di jalanan bukan lagi kejadian luar biasa, tetapi seperti bagian dari harga yang harus dibayar. Tidak ada investigasi berbasis research and development. Tidak ada sistem safeguard seperti di dunia penerbangan. Bahkan, kecelakaan hanya disimpulkan sebagai “kelalaian pengemudi”, lalu selesai.
Padahal jelas: operator yang tidak menerapkan sistem keselamatan harus turut bertanggung jawab. Regulator yang tidak mengawasi dengan sungguh sungguh seharusnya juga ikut diperiksa. Tapi yang terjadi adalah tanggung jawab menguap di tengah jalan.
4.2 Penegakan Hukum yang Timpang
* Audit keselamatan nyaris tidak pernah dilakukan.
* PPNS dan Polri belum menjalankan fungsi sebagaimana diperintahkan oleh undang undang no 22 tahun 2009 pasal 206 tentang Audit Keselamatan dan keamanan.
Proses hukum lebih fokus pada korban atau sopir, bukan kepada sistem yang memungkinkan kecelakaan itu terjadi.
5. Risiko Hukum bagi Perusahaan Angkutan
Gugatan Perdata
Korban atau ahli waris berhak menggugat atas dasar wanprestasi atau perbuatan melawan hukum, apalagi bila terbukti kendaraan tidak laik jalan atau pengemudi tidak layak kerja
Tuntutan Pidana
Manajemen perusahaan bisa dikenai Pasal 359 KUHP jika kelalaiannya menyebabkan kematian. Namun, sayangnya, proses hukum ini sering berhenti pada sopir sebagai “kambing hitam”.
6. Kelemahan Pengawasan dan Pembinaan
* Pengawasan masih manual, tidak menggunakan aplikasi berbasis data dan realtime.
* Evaluasi dokumen SMKPAU lebih mirip penilaian makalah skripsi: asal rapi dan sesuai template, langsung lolos.
* Tidak ada sistem kontrol internal dari pemerintah yang dapat memverifikasi penerapan lapangan.
* Tidak ada pengawasan khusus pasca terbitnya izin. Perusahaan dibiarkan berjalan sendiri hingga menabrak takdir.
7. Rekomendasi: Dari “Anggap Biasa” Menjadi “Harus Berubah”
1. Bangun Platform SMKPAU Digital
Gunakan aplikasi terintegrasi sebagai sarana kontrol, bukan lagi laporan kertas yang mudah dimanipulasi.
2. Audit Keselamatan Wajib & Independen
Terapkan audit berkala oleh tim lintas sektor dengan transparansi kepada publik.
3. Transformasi Paradigma Pembinaan
Pendampingan teknis dan pelatihan berkelanjutan harus menjadi tanggung jawab negara, bukan justru dibebankan pada perusahaan kecil yang belum paham sistem manajemen.
4. Penegakan Hukum ke Korporasi
Jangan berhenti pada sopir. Hukum harus menyentuh struktur perusahaan, dari manajer operasional hingga pemilik armada.
8. Penutup Nyawa Tak Bisa Dicuci dengan Perizinan
Selama keselamatan hanya dinilai lewat dokumen, dan regulator cukup puas dengan rapat dan presentasi, maka korban akan terus berjatuhan. Setiap nyawa yang melayang di jalan adalah dakwaan moral dan hukum bagi sistem yang abai.
Kecelakaan harus dijadikan momen reflektif, bukan rutinitas berita. Karena di balik setiap benturan, selalu ada sistem yang bisa dicegah, jika kita mau. Angkutan umum harus menjadi simbol peradaban, bukan kuburan berjalan pungkasnya
Eddy Suzendi, S.H.
Advokat Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Advokat LLAJ)
Pemerhati keselamatan transportasi darat dan penggagas pembaruan sistemik dalam pengawasan angkutan umum. Aktif memberikan edukasi publik dan pembelaan hukum terhadap korban kecelakaan lalu lintas.
Kontak: 0812-2497-769
(Kustiawan)
Tanggung Jawab Hukum Operator dan Regulator dalam Penyelenggaraan Angkutan Umum
