Jakarta]] Cendrawasih7.Com- Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Rabu, 21 Mei 2025, Sidang ketiga gugatan perdata terhadap Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) kembali digelar hari ini. Agenda utama adalah kehadiran para pihak tergugat serta kelanjutan pembuktian administratif.
Hadir dari pihak penggugat pada sidang ke tiga gugatan perdata BUJT yaitu dari tim kuasa hukum penggugat antara lain Irjen Pol. (Purn.) Drs. H. Agung Makbul, S.H., M.H. sebagai Ketua Tim Kuasa Hukum, Eddy Suzendi, S.H., Arief Fahrurrozie Hidayat, S.H., M.H., dan M. Budi Susandi, S.H., M.H.
Sedangkan Pihak tergugat PT Lintas Marga Sedaya (LMS) hadir bersama kuasa hukum, disusul oleh perwakilan dari BPJT Kementerian PUPR, sementara PT Astra Infra Toll kembali belum hadir dan akan dipanggil ulang oleh majelis hakim.
Gugatan ini diajukan sebagai respon atas kecelakaan tragis di KM 176+300 Jalur B Tol Cipali, yang menyebabkan satu orang meninggal dan tiga lainnya luka berat. Di antara korban adalah seorang dosen dan awak kendaraan yang mengalami luka sangat serius.
Salah satu anggota tim kuasa hukum penggugat Eddy Suzendi,SH keawak media seusai persidangan menyampaikan.
“Ini bukan sekadar gugatan kompensasi, ini adalah gugatan atas hak hidup dan hak selamat warga negara,” tegas Eddy Suzendi, S.H.,Rabu,(21/05/2025).
Lebih lanjut Eddy Suzendi,SH mengatakan bahwa SPM Jalan Tol Bukan Formalitas.
“Kami menegaskan bahwa kecelakaan tersebut terjadi bukan karena kesalahan pengguna jalan, melainkan kelalaian dalam pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) oleh pengelola jalan tol,”tegasnya lagi.
Eddy Suzendi,SH mengatakan ada beberapa faktor kelalaian dalam pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) oleh pengelola jalan tol
antara lain adanya Sistem drainase buruk menyebabkan genangan air di jalur cepat, Rambu pendahulu penunjuk Jurusan (RPPJ) mudah roboh dan melukai korban dan karena Tidak tersedia sistem forgiving road sebagaimana prinsip rekayasa jalan modern.
“Kondisi ini bukan insiden acak atau “force majeure”, melainkan indikasi dari kelalaian teknis dan pengawasan sistemik,”jelasnya
Landasan Hukum Gugatan para penggugat dalam perkara ini didasarkan pada pelanggaran terhadap UU No. 2 Tahun 2022 tentang Jalan, UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, PP No. 23 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Jalan Tol, dan Permen PUPR No. 16 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Minimal Jalan Tol.
Ketua Tim Kuasa Hukum, Irjen Pol. (Purn.) Agung Makbul, S.H., M.H., menyatakan bahwa masyarakat yang menggunakan jalan tol bukan hanya membayar tarif, tapi juga membeli jaminan keselamatan.
“Ketika jalan tidak aman, ketika sistem tidak disiapkan untuk menyelamatkan, maka itu adalah pelanggaran konstitusional atas hak hidup,” ujarnya.
Eddy Suzendi,SH menyatakan Menolak Kriminalisasi Korban.
“Kami menolak praktik penyelesaian kecelakaan yang selalu berujung pada penetapan satu pihak sebagai pelaku tanpa investigasi sistemik. Dalam kasus ini, fokusnya bukan pada siapa yang mengemudi, tetapi pada siapa yang lalai menyelenggarakan layanan publik berbayar yang selamat,”ungkapnya.
“Gugatan senilai Rp 102 miliar ini bukan sekadar perkara perdata, tetapi ikhtiar konstitusional untuk membela hak masyarakat atas jalan yang layak dan aman,”imbuhnya.
Eddy Suzendi,SH juga berharap Majelis Hakim yang sedang menangani perkara ini dapat merasakan denyut keadilan dari masyarakat yang kehilangan orang tercinta di jalan tol.
“Kami berharap, majelis hakim tidak hanya membaca pasal demi pasal, tetapi merasakan denyut keadilan dari masyarakat yang kehilangan orang tercinta di jalan tol,” ujar Eddy Suzendi, mengakhiri keterangannya.
(Kustiawan)