Example floating
Example floating
Berita

Pendidikan Kedinasan Tidak Boleh Disederhanakan Kepentingan Teknis Setiap Sektor Tidak Bisa Diseragamkan

9
×

Pendidikan Kedinasan Tidak Boleh Disederhanakan Kepentingan Teknis Setiap Sektor Tidak Bisa Diseragamkan

Sebarkan artikel ini


JAKARTA]] Cendrawasih7.Com Pernyataan DPR RI yang menyarankan agar seluruh pendidikan tinggi kedinasan (PTKL) hanya berada di bawah satu kementerian patut dikritisi secara mendalam. Ide tersebut terlihat rasional dari sisi efisiensi anggaran, namun sangat keliru secara substansi, karena mengabaikan kebutuhan sektoral spesifik dari setiap kementerian/lembaga teknis, termasuk dalam mencetak SDM fungsional yang memahami keterkaitan antara regulasi dan teknis operasional di lapangan. Artikel ini mengulas bahwa penyederhanaan model pendidikan kedinasan justru dapat memperparah ketimpangan antara kebijakan dan praktik di sektor-sektor strategis seperti transportasi, keuangan, perhubungan, kehutanan, pertanian, dan lainnya.

1. Pendidikan Kedinasan adalah Proses Regenerasi Teknis yang Tidak Bisa Digeneralisasi

Pendidikan tinggi kedinasan tidak hadir sebagai duplikasi dari PTN/PTS, melainkan sebagai institusi fungsional untuk mencetak aparatur teknis yang langsung memahami konteks sektoral. Misalnya:

* STTD (di bawah Kemenhub) mencetak insinyur transportasi yang langsung memahami UU LLAJ, teknis uji kendaraan, manajemen terminal, dan audit keselamatan.

* STAN mencetak auditor keuangan negara sesuai sistem akuntansi pemerintahan.

* IPDN mencetak aparatur yang memahami sistem otonomi daerah dan kebijakan publik.

Jika semua jenis pendidikan ini dipaksa masuk ke bawah satu kementerian pendidikan umum, akan terjadi dekontekstualisasi ilmu, dan lulusan tidak akan lagi dibekali keahlian khas sektor yang sangat penting bagi pelayanan publik.

2. Kebutuhan SDM di Lembaga Teknis Tidak Bisa Diwakili Satu Kementerian

Apa mungkin satu kementerian sekalipun itu Kemendikbudristek memahami dan mengatur:

* Kurikulum pengujian kendaraan bermotor yang kompleks sesuai PM 85/2018?

* Materi teknis analisis laboratorium kehutanan atau pengawasan ekspor-impor pertanian?

* Teknologi aplikasi navigasi dan keselamatan laut di STIP/STIPER?

Pernyataan DPR bahwa “prodi PTKL tumpang tindih” tidak berdiri pada basis metodologis yang kuat. Banyak program studi di PTKL tidak diajarkan di PTN/PTS manapun, bahkan jika nama programnya serupa, kompetensi lulusannya berbeda karena diarahkan untuk menyelesaikan persoalan sektoral.

3. Isu Anggaran Tidak Bisa Digunakan untuk Menjustifikasi Penyeragaman Pendidikan

Biaya pendidikan di PTKL yang disebut 13 kali lipat lebih besar harus dilihat dari:

* Rasio dosen:mahasiswa yang kecil karena pembinaan semi militer dan praktik langsung.

* Adanya pendidikan kompetensi tambahan seperti sertifikasi profesi, diklat teknis, dan praktik lapangan yang memakan biaya.

* Pendidikan asrama, makanan, dan fasilitas praktik teknis (alat uji, simulator, laboratorium), yang tidak dimiliki PTN/PTS umum.

Jika hanya melihat angka dan jumlah mahasiswa, maka sistem seperti Akademi Militer, STAN, hingga Politeknik Perkeretaapian pun seharusnya dihapus. Ini logika yang keliru secara tata negara dan konsepsi pelayanan publik.

4. Evaluasi PTKL Memang Perlu, Tapi Jangan Sampai Menghancurkan Struktur SDM Sektoral Negara

Evaluasi terhadap tumpang tindih, efisiensi anggaran, dan output pendidikan PTKL memang wajar dan harus dilakukan secara berkala. Namun solusinya bukan menyederhanakan sistem ke satu kementerian, melainkan:

* Membangun standar nasional kurikulum berbasis sektor, bukan menyeragamkan seluruhnya.

* Meningkatkan koordinasi antar KL untuk sinergi program studi yang serumpun.

* Menyusun sistem akreditasi khusus PTKL agar tidak dinilai dengan parameter yang sama seperti PTN/PTS umum.

* Mewajibkan audit manfaat (benefit audit), bukan hanya audit anggaran-

Kesimpulan

Gagasan DPR untuk menyatukan penyelenggaraan pendidikan kedinasan ke bawah satu kementerian adalah simplifikasi yang berbahaya dan ahistoris. Pendidikan kedinasan lahir sebagai jawaban atas kebutuhan aparatur teknis yang tidak bisa dibentuk oleh pendidikan umum. Justru pendidikan inilah benteng negara dalam menyiapkan ASN yang paham regulasi, teknis, dan karakter pelayanan publik di tiap sektor.

Penyeragaman justru bisa membuat negara kehilangan tenaga penguji kendaraan yang paham PP 55/2012 dan PM 19/2021, PM 85/2018, kehilangan auditor APBN yang terlatih dengan sistem akuntansi pemerintahan, dan kehilangan perancang sistem transportasi massal yang siap diterjunkan sejak lulus.

Penulis
Eddy Suzendi SH
Advokat LLAJ
Tagline Keselamatan& Keadilan
Kontak : 08122497769
email : eddypedro4@ gmail.com
Websit :www.esplawfirm.my.id

(*Kustiawan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *