Example floating
Example floating
Berita

Kecelakaan Angkutan Ketika Jalan Raya Menjadi Alat Perampas Hak Hidup

36
×

Kecelakaan Angkutan Ketika Jalan Raya Menjadi Alat Perampas Hak Hidup

Sebarkan artikel ini


JAKARTA]] Cendrawasih7.Com- Pendahuluan Jalan Raya yang Tidak Lagi Aman
Jalan raya seharusnya menjadi ruang publik yang aman bagi seluruh penggunanya. Namun, hari ini, fakta yang kita hadapi sungguh menyayat: jalan raya justru berubah menjadi ladang pembantaian. Kecelakaan demi kecelakaan melibatkan kendaraan angkutan barang dan orang terus terjadi. Tragisnya, sebagian besar kecelakaan tersebut bukan karena takdir, melainkan akibat kelalaian, pembiaran, dan kegagalan sistemik dalam tata kelola transportasi darat.

Rem blong, muatan berlebih, dimensi kendaraan yang brutal, hingga bus yang superstructure-nya rapuh karena korosi, menjadi potret nyata kegagalan kita melindungi nyawa manusia. Dalam kondisi seperti ini, hak atas hidup yang dijamin konstitusi dan hukum hak asasi manusia secara terang-terangan dilanggar dan seolah tak ada yang bertanggung jawab.

Moda Darat Transportasi yang Dibiarkan Liar

Mari kita bandingkan

* Di moda udara, setiap pesawat tidak boleh berangkat tanpa pre-flight check yang ketat.

* Di moda laut, kapal tidak diizinkan berlayar tanpa lolos dari Port State Control (PSC) dan pemeriksaan oleh marine inspector.

Namun di moda darat?
Bus, truk, dan minibus bebas keluar dari garasi tanpa pengawasan struktural apapun.
Tidak ada pemeriksaan harian yang menjadi mandatori. Tidak ada standar teknis yang dikontrol dengan konsisten oleh otoritas sebelum kendaraan melaju. Apakah ini kelalaian, atau pembiaran yang terorganisir?

Fakta Lapangan sebetulnya Kematian yang Bisa Dihindari

Berikut beberapa tragedi yang sudah berulang :

* Truk rem blong menabrak beruntun pengendara motor dan pejalan kaki.

* Bus pariwisata terguling, menyebabkan belasan nyawa anak sekolah meregang di jalan karena struktur rangka hancur berkarat.

Truck ODOL (Over Dimension Over Load) menghantam kendaraan kecil hingga tak berbentuk.

Apakah ini musibah? Tidak.
Ini adalah kejahatan sistemik.

Sebab semua pihak tahu, bahwa kendaraan itu:

* Tidak laik jalan,

* Sarat muatan dan overload,

* Superstructure-nya sudah korosi,

* Tidak layak mengangkut manusia…

Namun tetap dioperasikan. Dan ketika tragedi terjadi, yang disalahkan hanya sopir, sementara perusahaan, regulator, dan sistem hukum membisu dalam diam.

Kegagalan Sistemik dan di Mana Negara?

Kendaraan angkutan umum dan barang bukan hanya benda teknis, tapi alat pemindah nyawa manusia dan barang yang harus dikendalikan oleh negara.

Namun hingga kini:

* Pengawasan teknis tidak berlapis.

* Perizinan hanya formalitas administratif.

* Rekondisi kendaraan tidak diwajibkan.

* Material body bus tidak pernah diuji ketahanan setelah 10 tahun.

Lalu kita bertanya siapa yang bertanggung jawab?
Di jalan raya, negara seperti absen. Tidak hadir untuk mencegah kecelakaan, apalagi menuntut pertanggungjawaban teknis perusahaan angkutan.

Pelanggaraan Hak Asasi Manusia

Kecelakaan transportasi yang terjadi karena kelalaian sistemik bukan sekadar kecelakaan. Itu adalah bentuk pelanggaran HAM yang nyata.

Dapat kita rujuk pada

* Pasal 9 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM:
“Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya.”

Pasal 4 huruf a UU No. 39 Tahun 1999:
“Hak untuk hidup tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.”

Pasal 28A Undang-Undang Dasar 1945:
“Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.”

Maka, ketika seseorang mati tergilas truk ODOL, atau terbakar dalam bus yang tidak punya pintu darurat, atau terjepit dalam kabin yang superstructure nya runtuh karena korosi, maka nyawa itu bukan hilang karena kecelakaan, tapi dirampas oleh kegagalan sistem dan itu melanggar hak hidup.

Kelalaian atau Kejahatan?

Perusahaan angkutan yang mengoperasikan kendaraan rusak tahu risikonya.
Regulator yang membiarkan kendaraan tidak diuji tahu bahayanya.
Pabrik karoseri yang menggunakan material murah tahu dampaknya.

Jika mereka tetap membiarkan kendaraan itu beroperasi, maka itu bukan kelalaian. Itu kesengajaan.
Dan kesengajaan yang berujung pada kematian adalah bentuk penghilangan nyawa secara sistematis atau dalam bahasa hukum: pelanggaran HAM berat yang seharusnya dapat ditelusuri dan ditindak.

Saatnya Penegak Hukum Bergerak

Penegakan hukum tidak boleh hanya berhenti pada pengemudi.
Harus naik hingga ke :

* Pemilik perusahaan angkutan,

* Karoseri pembuat kendaraan tak laik,

* Regulator yang lalai melakukan pengawasan,

* Pihak yang memberikan izin tanpa verifikasi teknis.

Sudah saatnya penegak hukum menyeret aktor aktor ini ke meja hijau.
Sudah saatnya aparat penegak hukum dan advokat berani menggunakan perspektif hak asasi manusia untuk membongkar akar masalah ini.
Karena setiap korban kecelakaan akibat kelalaian sistemik adalah manusia yang hak hidupnya dilanggar oleh tangan tangan tak bertanggung jawab.

Penutup Jalan Raya Harus Beradab

Transportasi adalah urat nadi kehidupan. Tapi ketika urat itu dipenuhi kendaraan pembunuh, maka negara gagal melindungi warganya.

Tidak ada alasan lagi untuk menunda.

* Buat regulasi tentang rebuilding kendaraan bekas.

* Terapkan uji material superstructure setiap lima tahun.

* Wajibkan pengawasan pra-operasi seperti moda laut dan udara.

* Libatkan lembaga independen dalam pengawasan dan verifikasi teknis.

Karena setiap nyawa yang melintas di jalan raya, punya hak untuk hidup dan kembali ke rumah dengan selamat.
Dan jika negara diam, maka kita semua turut bersalah.

Penulis
Eddy Suzendi SH
Advokat LLAJ
Tagline Keselamatan& Keadilan
Kontak : 08122497769
email : eddypedro4@ gmail.com
Websit :www.esplawfirm.my.id

(*/Kustiawan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *