MERAUKE_C7.com
Mantan Bupati Merauke dua periode, Johanes Gluba Gebze (JGG), menegaskan komitmennya untuk terus mendorong percepatan pembangunan di Papua Selatan, khususnya menjadikan Merauke sebagai kawasan strategis yang setara dengan wilayah lain di Indonesia.
Dalam pertemuan bersama masyarakat Kampung Ngguti Bob, Distrik Tanah Miring, Minggu (22/6/2025), JGG menyebut kehadiran PT Global Papua Abadi (GPA) yang mengelola perkebunan tebu di Kampung Sarmayam sebagai peluang besar bagi Merauke. Ia menyebut kawasan ini bisa berkembang menjadi kota satelit berbasis tebu di Papua Selatan.
“Kita ingin Papua Selatan maju dengan kota-kota satelit, salah satunya di Kampung Sarmayam. Di situ bisa tumbuh pusat pendidikan, perdagangan, hingga lapangan kerja. Tapi tentu harus dibarengi dengan pembangunan infrastruktur,” ujar JGG.
Ia menekankan bahwa proyek investasi ini merupakan bagian dari Program Strategis Nasional (PSN) yang dicanangkan pemerintah pusat, dan oleh karena itu perlu dukungan penuh dari masyarakat.
Namun, di balik semangat pembangunan, JGG juga mengingatkan bahwa seluruh proses harus berjalan dengan menghormati hak-hak masyarakat adat, khususnya suku Marind sebagai pemilik ulayat di wilayah tersebut.
“Semua tanah di wilayah ini awalnya adalah tanah ulayat Marind. Kalau mau digunakan, ada proses adat yang harus ditempuh, dan tentu juga harus sesuai hukum positif. Jadi, mari bicara baik-baik, kita saling menghormati,” tegasnya.
Menurut JGG, keberadaan tebu di wilayah Merauke bukan hal baru. Tanaman ini memiliki nilai penting dalam budaya Marind, bahkan menjadi bagian dari ritual adat – baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam upacara kematian.
“Tebu ini bukan tanaman asing. Ini bagian dari tradisi Marind. Maka penting bagi kita untuk menjaganya, dan menjadikan tebu sebagai kekuatan ekonomi sekaligus budaya,” kata JGG.
Sementara itu, Direktur PT Global Papua Abadi, Joko Herma Pramulyo menegaskan bahwa investasi yang mereka jalankan mendapat dukungan dari pemerintah. Pihaknya berkomitmen agar seluruh proses berlangsung sesuai aturan dan tetap mengedepankan kepentingan masyarakat.
“Yang menjadi hak masyarakat pasti akan diselesaikan. Hanya saja perlu waktu. Semua butuh proses,” ungkap Joko.
Pertemuan tersebut berlangsung dalam suasana terbuka dan hangat. Warga menyimak dengan antusias paparan para tokoh, terutama soal bagaimana pembangunan dapat berjalan berdampingan dengan kearifan lokal dan adat istiadat yang telah lama hidup di tanah Marind. (*)